Search

Simple-Cat-Just Love my Life

Not sure can give the inspirations, especially being people who inspire

Category

S.A.H.A.J.A

Jualan kalender Sahaja

boleh mampir kesini dulu kak…………….
di liat-liat dulu ajah, siapa tau cocok…..
bagus banget buat di taruh di meja kerja atau meja belajar nya loh kak……
atau kalo buat dijadiin hadiah juga oke loh kak…….
ayo kak dibeliii, kita kasih murah aja ko……..
ga pasaran lagi….. ayo kak dibeli yang banyakkkk
*ala-ala penjual pasar baru*

Iyes….. celamat pagi……..*azekkkkkk
mau jualannn kalender Rumah Belajar Anak Jalanan Sahaja
ehm….. emang sih sekarang udah mau Maret
tapi cinta tentu tak mengenal waktu 🙂
Jadi, mari kakak-kakak, dibeli kalendernya
Berikut penampakannya

Image
Mari dibeliiii kakak-kakak 🙂 kalender meja nya keren donk 🙂

tau ga kenapa harus punya si biru yang kece ini……
1. karena semua keuntungan dari hasil penjualan kalender ini, kembali masuk ke kas rumah belajar kami untuk dipergunakan sebagai biaya operasional belajar
2. supaya kalian tau, bahwa kami ini ADA
3. media pembelajaran untuk kita semua, agar kita lebih bersyukur

4. Tak kenal maka tak sayang, kalo sudah kenal, pastiii berkenan untuk berbagi cinta bersama kami 🙂

foto by.Kak Laura
lalu semua orang punya cara sendiri untuk berbahagia, kenapa kita tak coba menyatukan bahagia itu?

Jadi, gda alasan untuk ga punya si biru yang kece ini kan ???
untuk pembelian boleh, menghubungi si saya, atau CP yang tercantum diatas

atau boleh juga mampir dan pesen via Fb Kami yang kece 🙂
Terimakasih, dan salam hangat 🙂

Mencoba Belajar (bagian 1)

Kurang lebih setahun yang lalu (kalau tidak salah akhir bulan Februari 2012), salah satu adik kami dari Rumah Belajar Sahaja Ciroyom yang bernama Didin mengalamai jatuh sakit. Aku cukup tau, Didin atau adik-adik kami ini bukan anak-anak yang manja, yang setiap sakit harus dibawa ke RS. Justru menurutku, mereka memiliki sistim imun bawaan yang lebih tinggi dari pada aku. Bagaimana tidak, kebanyakan dari mereka setiap hari mengamen atau mengemis dari angkot ke angkot, tak jarang mereka tanpa alas kaki, juga tak peduli hujan ataupun panas. Makanan apa yang tidak bisa dicerna oleh perut mereka? Menurutku tak ada. Mungkin dengan kondisi hidup dijalan tanpa kasih sayang seperti itu, rasanya terlalu naif bila mereka menjadi orang yang pilih-pilih makanan. Keluarga yang ada pun kadang enggan menemui dan ditemui, masih mau sibuk-sibuk berfikir ingin makan apa? Masih mau bersusah-susah berfikir sehatkah makanan itu? Yah begitulah hidup mereka, jauh lebih tangguh dari aku yang sehat bahkan hidup lebih terjamin, karena jelas, Alhamdulillah aku masih tinggal dan besar di lingkungan keluarga yang hangat. Dan ketika saat itu mendengar Didin sakit sehingga harus dirujuk ke RS, artinya dia tak sekedar flu atau demam seperti biasa. Aku kurang ingat apa gejalanya, entah muntah-muntah atau demam tinggi, yang jelas Minggu malam hari itu, aku menerima pesan dari blackberry messanger group Sahaja, bahwa Didin dibawa ke salah satu RS umum Kota Cimahi dibantu oleh Ka Yogie beserta ka Inun (kepsek Rubel Sahaja Ciroyom pada periode tersebut) dan ka Fajar dengan menggunakan mobil untuk segera ditindak lanjuti. Inalillah……Seperti biasa, muncul banyak pertanyaan ini itu dari kami yang membaca pesan tersebut. Didin kenapa? Sakit apa? Bagaimana bisa? Dan lain sebagainya. Jawabannya yang kami dapat adalah Didin sepertinya suspect TBC. Lalu aku berfikir….. Tak heran juga kalo begitu sakitnya, melihat dia ngelem secandu itu. Kadang sehari dia bisa menghabiskan 3 kaleng lem aibon. Dihirup sodara-sodara……Bukan dimakan apalagi diminum.
Paginya, Ka Inun bertanya siapa yang bisa membantu menjaga Didin hari ini, karena dia harus bekerja dan ka Fajar harus kuliah. Aku fikir, aku dapat membantu karena memang saat itu aku benar-benar baru lulus, dan belum bekerja sama sekali. Jadi lah pagi itu, jam 9 pagi aku berangkat dari rumah dengan menggunakan kendaraan umum menuju RS tersebut untuk berganti tugas menjaga Didin. Perjalanan yang tak sebentar pastinya, kurang lebih satu jam aku harus naek turun bis dan angkot. Akhirnya kurang lebih jam 10 aku sampai di RS tempat Didin dirawat itu. Ini kali pertama aku ke RS itu, aku menyusuri tangga-tangga gedung itu untuk sampai di ruangan Didin sesuai info yang sudah diberikan oleh ka Inun, saat itu aku belum tau kalau ternyata untuk sampai ke lantai 2 kita bisa menggunakan lift. Aku memasuki ruangan Didin yang katanya ruang inap kelas 2. Kamar itu dilengkapi TV dan memang hanya ada 3 atau 2 tempat tidur pasien, aku tak ingat pasti. Mata ini langsung tertuju pada seorang ibu dan Jajang yang langsung menyambar tanganku untuk bersalaman sebagaimana biasanya kami semua bertemu. Sekedar informasi bahwa Jajang adalah salah satu adik kami di Rubel Sahaja Cihampelas. Mereka berdua mendampingi Didin yang sedang berbaring dan terlihat pucat. Sekilas aku sapa Didin dan akhirnya aku tau bahwa ibu itu adalah ibu dari Didin. Heum….. Ternyata selama ini Didin punya ibu, aku justru baru tau. Mungkin karena selama ini aku sering liat dia tumbuh di pasar itu, tidak jelas keluarganya. Lantas selama ini ibunya kemana? Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Mencoba sedikit mengintrogasi, aku tanyakan tempat tinggal ibu itu. Di dekat sini neng, tidak jauh dari cimahi, begitu katanya. Langsung saja aku bicara sedikit bijak, pelan-pelan aku meminta tolong pada si Ibu agar dapat lebih menjaga anaknya, atau ajaklah sekalian si Didin kembali pulang, yah setidaknya supaya dia tidak ngelem lagi, karena jelas ini adalah salah satu penyebab sakitnya dan sebanarnya lingkungan lah salah satu faktor utamanya. Aku terang-terangan mengatakan itu di depan sang Ibu dan Didinnya sendiri, berharap agar Didin sadar bahwa dia masih memiliki keluarga dan tempat kembali, tidak luntang-lantung di pasar sana. Begitu pula pada si Ibu agar dia mengerti bahwa ada anaknya yang tumbuh di tempat yang kurang layak seperti itu dan inilah akibatnya sekarang. Lalu aku tanya lagi, apakah Didin punya adik? Aku coba gali informasi sedalam-dalamnya. Sang ibu bercerita dan bercerita, info yang aku dapat, ayahnya pergi entah kemana, sepertinya menikah lagi. Sekarang ibunya ini juga menikah lagi seperti tidak mau kalah dengan sang suami yang pergi dan hadirlah dua atau tiga adiknya lagi yang masih kecil-kecil di rumah, mereka adalah adik tiri Didin. Katanya, Didin itu memang tidak mau pulang dan susah sekali menasehatinya supaya pulang ke rumah. Apalagi ada adik-adik nya yang harus diurus, sekolah, makan, dan harus bekerja menghidupi keluarga karena si suami saat ini tidak bekerja, jadi meng-keep Didin supaya pulang juga susah sekali rasanya. Sakit begini saja, si ibu diberitau oleh ka Inun, kalau tidak, jelas tak tau. Yaya…..jadi dia, tinggal bersama Ibu dan memiliki ayah tiri? Aku menelan ludah dan membatin sendiri, tidak aneh memang jadinya bila dia mencari pelarian di Ciroyom sana. Aku katakan pada sang ibu, bahwa akan aku bujuk Didin untuk pulang ke rumah beliau bila sembuh nanti, si ibu mengangguk sembari tersenyum. Tak lama, sang ibu berpamitan pulang karena harus mengurus adiknya yang mau sekolah. Dia meminta maaf karena telah merepotkan kakak-kakak yang selama ini membantu Didin di Ciroyom, berterima kasih juga atas bantuan kakak-kakak yang mau membantu anaknya si Didin ini ketika sakit seperti sekarang dan kembali menitipkannya kepada aku. Marahi saja bila Didin nakal….! Begitu katanya sambil tersenyum. Aku hanya tersenyum, dan sedikit mengangguk tanda setuju. Lalu aku melihat dua orang yang terikat hubungan darah sebagai ibu dan anak itu bercakap sebelum benar-banar pulang meninggalkan ruangan kecil itu. Memang seperti tidak ada kehangatan sebuah keluarga disana. Ya ssudahlahhh……..!
Tak lama lepas kepergian ibu Didin dari ruangan itu, aku baru tersadar disana ada Jajang. Ternyata dia tadi datang diantar oleh pak Rifky (kepala sekolah Sahaja Cihampelas) dan ditugaskan untuk menjaga Didin hari ini. Jajang memberikan beberapa surat kepadaku yang katanya merupakan titipan ka Inun sebelum pergi kerja tadi pagi. Yang satu berupa pesan yang ditulis oleh ka Inun, dan satunya lagi surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kota Cimahi yang menyatakan bahwa Didin ini adalah anak jalanan yang menjadi tanggung jawab pemerintah melalui DinSos sehingga dia akan mendapati pengobatan di RS ini secara gratis. Sekedar pesan biasa dari ka Inun yang ditulis dikertas, dan juga surat rekomen yang menjadi peganganku kalau-kalau nanti ada masalah. Berbarengan dengan itu, tak lama seorang suster mengantarkan sebuah resep yang harus aku tebus. Ka inun sudah berpesan pada suratnya tadi, katanya ada beberapa surat atau kartu yang harus aku urus di bagian Jam***mas untuk penebusan obat Didin nanti secara gratis di apotik bawah dan aku bisa menggunakan surat rekomendasi dari Dinsos tadi. Pasti ribet nih, begitu aku membatin. Ini pertama kalinya aku mengurus surat-surat semacam ini, dan waktu menunjukan masih setengah 10.30, cukup lah untuk mendapatkan semuanya sebelum jam 12. Aku ajak Jajang ke bawah, menemaniku mengurus kartu jaminan itu. Petugas pertama dengan senyumnya yang sangat mahal menyuruhku menaruh saja suratnya dan memberitahukan bahwa aku akan dipanggil nanti. Oke, aku duduk menunggu sembari bertanya-tanya kepada Jajang, tentang khabar adek-adek di cihampelas. Tak lama aku dipanggil yang dicirikan oleh disebutnya nama Didin. Lalu petugas itu bertanya, siapa penanggung jawabnya? Karena aku fikir Ka Inun yang membawa Didin kesini, jadi aku sebut saja nama Ka Inun. Lalu mereka bertanya, mengapa sekarang Didin ditempatkan di ruang Kelas 2? Kalau dikelas 2, yah bukan termasuk tanggung jawab jam***mas, tetapi kewajiban si penanggung jawab. Intinya? Saya disuruh membayar biaya-biaya yang ada dulu, meliputi ruangan yang sekarang ditempati dan obat-obatan yang sudah diberi sebelumnya! Karena ini tidak termasuk pada prosedure jam***mas! Aku bingung, disini sudah jelas, nama dia ditulis di surat ini sebagai bagian pertanggung jawaban pihak Dinsos. Mau dia kemaren kenapa dikelas 2? Tentu saja aku tidak tau. Segera aku sms Ka Inun dan Ka fajar saat itu juga, sms lama tak berbalas, dan orang2 jam***mas itu mulai mempermasalahkan hal-hal yang tak penting. Mereka menyuruhku mencoba menanyakan pada pihak suster jaga di ruangan kelas 2, kenapa bisa ditempatkan disana? Karena seharusnya Didin yang menjadi bagian jaminan pihak Dinsos Kota Cimahi ini dirawat di ruang kelas 3 sesuai dengan hak nya sebagaimana prosedure yang ada. Benarkan, RIBET!!! Aku suruh Jajang menunggu disitu saja, dan aku keatas mendatangi suster jaga di ruang Kelas 2. Aku sambungkan lagi apa yang ditanyakan oleh orang-orang jam***mas tadi kepadaku. Sang suster jaga bingung, ini masuknya jam berapa yah? Yang bawa siapa yah? Sang suster nampak kebingungan, lalu menghubungi entah bagian apa menanyakan masalah ini lewat telpon. Tak lama telpon ditutup, sepertinya masih bingung, dan lalu menelpon lagi. Tak lama suster lain datang, dan menanyakan ini kenapa? Aku hampir kesal. Mereka seperti hidup dijaman batu, rasanya tak sulit membuka sistem di komputer yang ada didepan mata mereka dan melihat siapa penanggung jawab pasien bernama Didin. Lama dan lama…! Menunggu dan menunggu…! Mereka banyak menanyakan hal-hal yang tak penting, lagi. Ciri-ciri Didin, gejala sakitnya ketika pertama kali masuk, siapa yang membawa, dll. Aku katakan padanya, “Suster……. Didin ini anak jalanan, dan anda tau siapa yang mengurusnya? Gantian. Sangat banyak kakak-kakak yang datang dan pergi. Saya baru datang beberapa jam yang lalu, disuruh tebus obat, tapi begini. Panjang sekali urusannya. Harusnya suster lebih tau, karena datanya ada diRS ini, dan cuma suster yang bisa mengakses.” Aku cukup emosi dibuatnya. Lalu sang suster berkelit, “mungkin pasien datang bukan pada jam shift saya. Ingin sekali aku menjawab, ”Terussss? Masalahhhhh buat gue?” Sesulit inikah memperoleh yang namanya jam***mas? Pengalaman pertama yang tidak baik. Tapi, ok shabar. Tak lama ka Inun membalas smsku, ka Fajar juga, dan pak Rifky menelponku melalui Hp yang dibawa Jajang. Mereka bilang tak ada yang sulit seharusnya, karena kata ka Ipit (kepsek Sahaja Cimahi) orang Dinsos Cimahi sudah me-Acc dan bilang, surat rekomendasi itu sudah cukup. Hanya saja, kemaren masuknya memang belum memakai surat rekomendasi ini, karena si surat masih dalam proses pengurusan, tetapi pihak RS sudah tau bahwa nantinya akan menggunakan jam***mas dari Dinas. Setengah jam bahkan satu jam berlalu. Semakin siang, aku semakin lapar dan semakin ingin marah. Setelah membuka berkas pasien Didin, mereka bertanya disini penanggung jawabnya bukan Dinsos, tetapi entah siapa namanya aku lupa. Nama seorang laki-laki yang tertulis di rekap pasien milik Didin, nama yang tidak kukenali. Mungkin nama ayahnya karena kemaren surat rekomendasi dari Dinsos ini belum jadi, begitu kata ku asal tebak dan berusaha meneruskan pesan ka Inun kepada pihak RS. Lalu entah siapa itu sang pemilik nama, yang aku tau Didin datang bersama ka Inun, Ka Fajar dan Ka Yogi. Yang aku tanyakan sekarang hanya, bagaimana urusan dengan jam***mas dibawah tadi? Hanya itu. Mereka jelas hanya butuh saling berkomunikasi satu sama lain bukan? Antar divisi atau departemen, rasaku tidak sesulit ini. Tak lama, seseorang yang aku fikir bukan suster, tetapi petugas RS yang memang mengurusi administrasi RS datang menemuiku. Seseorang yang cukup tua. Katanya, Didin memang ditempatkan di kelas 2 karena saat dia datang dan harus masuk ruang perawatan, kamar kelas 3 atau tempat seharusnya penerima jam***mas sedang penuh. Ini saja, sebenarnya kemaren ada pasien ruang kelas 2 yang mereka suruh keluar ruangan atau pindah ruang inap, aku lupa cerita pastinya. Yang jelas, pasien itu belum melunasi pembayaran yang sebelumnya, tetapi pemindahan dilakukan karena Didin mau masuk dan dirawat disana. Heum….. Semakin rumit dan rasaku tidak penting. Lalu aku tanya, “ini jadi baiknya gimana, tadi saya sudah menjelaskan bahwa surat rekomen ini kemren belum jadi, tapi toh sekarang sudah ada kan?” Sang perugas administrasi tadi hanya menjawab, “peserta jam***mas memang di ruang kelas 3 mbak, kalo disini yah umum, dan status si pasien kemaren juga umum bukan dibawah Dinsos. Kalau ingin diurus, mungkin sekarang dan kedepannya statusnya berubah menjadi tanggung jawab dinsos dan akan dipindah keruang rawat kelas. Aku sudah hampir gemas saat itu, dan ingin sekali membayar biaya Didin dari kemaren ke hari ini yang katanya belum terdata sebagai pertanggung jawaban Dinsos. Daripada nebus obat doank dan sulit begini. Sang suster jaga tadi kembali memberi pencerahan atau saran karena diapun nampak bingung. Dia menyuruhku menkonfirmasi ke bawah lagi, tentu saja ke orang jam***mas tadi.
Aku kembali turun ke kantor jam***mas tadi, kulihat Jajang disana masih duduk menungguku, aku beri dia uang untuk makan siang, karena aku tau pasti dia juga lelah mengikutiku sedari tadi. Tak lama sms ka inun masuk kembali, mengingatkanku jangan bayar biaya apapun. Baiklahhhh, jawabku singkat melalui sms juga. Aku kembali menemui mbak-mbak penjaga jam***mas. Tanpaa bilang apapun mereka tau bahwa aku masih mengurus kelanjutan masalah tadi, aku disuruh menunggu, aku duduk. Ketika menunggu aku melihat mbak-mbak petugas jam***mas yang enggan senyum tadi, sedang beradu mulut dengan passien lain yang juga mengurus hal yang sama denganku pastinya. Aku tertawa dalam hati. Wajar saja bila dia di protes ini itu, kelihatan dari caranya menhadapi pelanggan yang tak ramah. Tak cukup lama seperti tadi, tak lama nama Didin dipanggil, artinya aku. Aku masih dipermasalahkan dengan hal-hal tak penting, masalah bagaimana pertanggung jawaban yang kemarin. Dan aku juga tetap bersikeras dengan surat dari Dinsos yang ada ditanganku. Petugas yang duduk didepan kaca itu keliatan tidak mau tau lagi bagaimana solusinya, mungkin setidaknya agar aku cepat enyah dari hadapan mereka dan tak muncul lagi. Akhirnya mereka memanggil bos atau salah satu pimpinan mereka. Seorang bapak-bapak mulai nampak keluar dan mencariku. Aku di suruh masuk ke dalam ruangan kantor mereka, bebicara dilorong, tanpa duduk. Hampir semua yang ada disana menatapku dengan mata tajam, apalagi waktu itu baru saja jam istirahat. Pasti semua kesal denganku, lha mereka ga jadi istirahat gini. Aku masuk layaknya meminta pertanggung jawaban uang 100 juta. Aku utarakan semua kesulitan yang ada, dan berawal dari kondisi RS kemarin yang ceritanya kudapat dari suster-suster diruangan jaga sana, yang mengatakan bahwa kmren surat rujukan ini belum jadi, dan memang jelas kondisinya juga sedang tidak ada ruangan untuk masuk kekelas 3, dan kondisi Didin yang memang benar-benar saat itu sedang drop mengharuskan dia dirawat dan yah menempati ruang rawat kelas 2 itu solusi yang diambil. Lantas? Kondisi seperti itu salah siapa? Yah memang bukan salah mereka wahai orang-orang yang bekerja di lembaga penjamin kesehatan, tetapi juga jelas bukan salah pasien yang sakit, lalu apakah itu salah RS? Si bapak ampak bingung. Yah masa begini saja bingung, behitu gumamku. Disaat dia bekerja apalagi hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat, harusnya mereka bisa memperkirakan hal-hal semacam ini. Ini masih sepele, karena suatu saat masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain. Kalau masalah kecil yang sepele saja tak selesai, bagaimana yang lain? Aku terus mendesak, karena kalau begini terus, resep tadi tak dapat aku tebus, sedangkan si Didin diatas harus segera mengganti infusnya. Aku katakan bahwa aku bisa saja membayar semua yang mereka mau. Tapi ini bukan hanya masalah uang, ini masalah hak dan kewajiban masing-masing pihak…!!! Masalah prosedure yang katanyaaa mereka jalankan sesuai dengan yang tertulis! Lah kalo pelaksanaan prosedurenya sudah salah dari awal? Mau bagaimana? Aku disini, cuma membantu Didin untuk mendaparkan haknya. Menurutku, mereka ini bekerja untuk membantu masyarakat yang miskin, masyarakat miskin itu rata-rata adalah masyarakat yang kurang berpendidikan. Artinya, orang-orang di lembaga macam ini harusnya lebih pintar bahkan memintarkan masyarakatnya. Si bapak nampak benar-benar muak mendengarku, dia berlalu kembali mengurus masalah ini bersama orang-orangnya. Tak terasa jam didinding menunjukan pukul 12.30, dan aku masih menunggu dengan lapar disini. Si bapak masih keluar masuk telpon sana sini, dan dengan berat hati pastinya, dia menyuruh mbak-mbak customer service yang merupakan anak buahnya tadi untuk membuatkan kartu kuning atau apalah yang harusnya aku dapatkan dari tadi untuk menebus obat Didin. Si bapak juga memberitahuku bahwa Didin harus dipindah ke ruang kelas 3 sebagaimana haknya cuma disitu, bukan dikelas 2. Hak? Yayayaaaa, Hak. “Ok, Gak masalah.” Jawabku sambil berbalik meninggalkan beliau tanpa terima kasih. Nyaris hampir setengah hari aku mengurus hal semacam ini. Gratis itu memang susah sekali, tu yang kutau kala itu.
Akhirnya aku mendapatkan apa yang harus aku dapatkan. Meski tidak hanya selesai sampai disitu. Aku masih harus fotocopy ini dan itu balik lagi ke bagian jam***mas tadi, dan harus mengantri menebus obat. Jam belum menunjukan pukul 13.00, kantor jam***mas dan apotik masih tutup jam istirahat. Aku dapat melanjutkan proses selanjutnya sesuai procedure yang diinginkan kira-kira setengah jam lagi. Sambil menunggu jam istirahat habis, aku kembali ke lantai atas untuk melihat Didin. Belum sampai ke kamar Didin, aku disapa oleh salah seorang suster di ruang jaga perawat kelas 2 yang pastinya sedari tadi mengikuti apa yang aku permasalahkan. Suster itu menanyakan bagaimana akhirnya dengan pihak Jam***mas dibawah? Kujawab seadanya, sudah ok dan harus dipindah ke kelas 3. Aku meninggalkan suster itu, sudah malas berbasa-basi. Padahal aku ingin sekali berpesan, coba komunikasi tiap divisi itu ditingkatkan, biar tidak ada miskom dan pihak-pihak yang merasa dirugikan, tapi bad mood menghampiriku lebih dulu sebelum mengatakannya. Aku langsung menghampiri Didin, sudah makan rupanya, dibantu oleh jajang yang sedari tadi aku suruh naik duluan apabila dia sudah makan, tentu saja untuk menemani Didin karena aku tau, mengurus begini pasti tidak mudah dan tidak cepat. Tak lama seorang suster datang ke ruangan kami dan memberitahuku harus memindahkan Didin ke ruang kelas 3. Aku menghela nafas….! Rasanya belum setengah jam aku duduk di ruangan ini setelah kesana kemari dibawah tadi, dan langsung disuruh berbenah untuk pindahan ruang rawat inap. Nampaknya mereka membalas menodongku seperti tadi aku todong mereka satu persatu. Yah, gratis adalah menerima semua apa adanya. Hari itu, untungnya ada Jajang, sedikit banyak dia membantuku, terutama saat pindahan seperti ini. Jajang bersama suster sudah berjalan didepanku duluan, aku mengikuti dari belakang dengan memegang dan membaca beberapa surat-surat penting keperluan Didin, karena disana nanti aku pasti akan mengurus administrasi lagi. Benar saja, disana aku disambut suster yang menanyakan surat-surat administrasi Didin sebagai pindahan dari kelas 2. Sejenak mengurus ini itu, aku juga langsung disuruh keapotik agar Didin bisa minum obat siang itu. Aku turun 2 lantai untuk menguurus surat-surat yang belum selesai tadi dan menebus resep obat, alat suntik, dan beberapa botol infus yang seharusnya sudah dari tadi pagi aku terima. Yah memang begitulah sistem tebus obat dari pihak jam***mas untuk masyarakat yang kurang mampu. Tebus habis, atau habis pakai atau apalah namanya. Dari ruang inap berkipas angin yang hanya dihuni 2 atau 3 orang pasien dan dilengkapi sebuah tv, kami pindah ke ruangan besar yang didalamnya ada sekitar 10-12 orang sakit. Pemandangan yang jauh berbeda terlihat. Aku hanya tersenyum. Didin juga mulai menikmati ruangan yang kata orang-orang tadi adalah haknya Didin.
Di ruang sanalah Didin menghabiskan 12 botol infus selama kurang lebih 7 hari karena sakitnya kala itu yaitu gejala paru-paru basah yang dikarenakan lem yang dihirupnya setiap hari. Sakitnya Didin itu adalah tamparan bagiku, apalagi saat aku mengurus biaya jam***mas awal-awal. Masalah yang tak seberapa bila saja aku mau menyelesaikannya dengan uang yang tak seberapa juga. Tetapi, entah mengapa aku puas sekali. Aku puas memperoleh apa yang seharusnya memang diperoleh anak jalanan seperti Didin, tidak dengan menggunakan uang, tapi dengan menampar pola pikir juga kinerja mereka yang selalu saja bermasalah, upsss…. Bukan bermasalah, tetapi mempermasalahkan orang-orang yang tidak mengerti apa-apa dengan procedure atau uang. Bagiku sudah cukuplah penderitaan anak-anak seperti Didin ini, mereka sudah cukup menderita hidup dijalan sana. Jauh dari layak akan kehidupan anak-anak seumuran mereka. Lantas? Masih tak cukup kah? Hingga harus menyusahkannya lagi saat mereka sakit seperti itu. Open your mind…..!!!! Aku tak akan berani banyak meminta apalagi mengeluhkan perihal-perihal seperti ini, karena aku sadar, aku pun belum melakukan apa-apa untuk mereka. Tapi aku yakin, aku masih manusiaaa yang punya hati dan rasa iba, yang akan memulai melakukan sesuatu untuk mereka. Begitu juga kalian orang-orang diluar sana, pasti ada rasa iba melihat ini semua. Kemudian tanyalah pada hati yang ada didiri kalian, apa yang akan kalian lakukan untuk anak-anak sang penerus kehidupan ini?

Menunggu Rindu

*saat beberapa minggu yang lalu, 10 November 2012*

Sore itu kembali mencoba menyapa mereka, langit diatas stasiun Ciroyom sangat mendung,  layaknya senja lebih cepat datang dari hari-hari biasanya. Benar saja, tak menunggu sampai 5 menit, air hujan yang turun dengan derasnya mulai menyentuh tanah pijakan kami ini, Rumah Belajar Sahaja Ciroyom.  Dingin memeluk dengan sekejap, dan seperti tak ingin lepas.

“Yadi kecil demam.” Begitu kata Sri.

Melihatnya bercengkrama dengan sarung, dan yah demamnya cukup tinggi. Tapi sakit bukan penghalang baginya untuk tampil konyol.  Bangun tidur, ia turun sendiri ke dapur untuk membuat nasi goreng ditemani oleh didin.

Bercerita ini dan itu, masih mengoceh dengan suapan suapan nasi gorengnya.

Tak lama, hujan mulai berdamai, beberapa kakak2 yang lain datang dengan basah yang sukses.

Yadi kecil kembali tidur bersama demamnya. Sri dan Didin berpamitan untuk menonton band ……. Ehm, yah pokonya band di tegalega, entah band apa.

Suara Ari terdengar dari bawah. Bocah SMP ini datang dengan segudang kisah sekolah dan “cinta”nya yang berseni. Kami ber 4 mendadak layaknya berada di Focus Group Discussion. Menurut dia yah begitu lah cinta, sangat amat sederhana dilaluinya dengan beberapa nama wanita yang…..haaaaaa ini cuma cinta monyet. Lalu kami, dengan sok taunya yang bermodal pengalaman yang jauh lebih banyak mulai menasehatinya, perlahan dan pasti. Apa yang kami sampaikan dia tangkap dengan cukup sempurna. Terlihat seperti itu dari raut wajahnya.  Ketika kami semua mulai tertawa, aku berdoa, semoga kami yang mereka sebut2 sebagai kakak ini tidak menjadi  panutan yang salah, paling tidak untuk saat ini dan untuk Ari. Hahahahhaha. *seperti “cinta” nya yang sederhana, beginilah cinta kami : Berdoa dalam tawa yang bersamaan.*

*saat tanggal 1 sudah mau berganti  menjadi tanggal 2*

Tak terasa, sudah 3 minggu aku tak hinggap di surga kecil itu. Tetapi 2 minggu yang lalu, aku sempat bertemu dengan tawa riang mereka di acara walimah salah dua (baca: dua-duanya), kakak relawan. Waktu yang tidak terlalu lama untuk berpisah, dan tetapi cukup terasa bila mengingatnya.
Sabtu pada minggu pertama desember ini telah lewat, aku belum kembali ke sana. Seorang kakak Sahajaers yang lain bercerita, sabtu ini, mereka melepas rindu dengan hujan, senja, dengan atap pasar, dan dengan bahagia. Ah…… bahagianya ketika aku mendengar. Aku iri sekali. Bukan karena hari itu aku tidak datang dan tidak dapat ikut merasakan bahagia mereka. Tetapi karena aku juga ingin sekali rindu serindunya pada maereka, pada ciroyom. Muncul pertanyaan, memangnya aku sedang tidak rindu? Atau, memang hanya datang pada saat rindu saja? Hm,,,,, aku datang yah untuk mereka, saat apapun dengan keterbatasan ego yang masih meninggi. Untuk melakukan apa? Yah itu yang aku masih cari tau sampai saat ini, sehingga aku terus ingin kembali kesana. Mungkin ketika aku menemukan apa yang aku cari, aku tidak akan kesana lagi.
Malam belum berganti, tak lama, dia yang sangat aku hormati mengajakku berpetualang dengan kereta kebanggan kami, KRD ekonomi. Ah…. Aku tak bisa, karena aku sudah ada janji sebelumnya. Berakhir dengan haha hihi, alasan, alibi, kembali menjadi tertuduh dengan sekejap. Sudah Biasa.
Lalu undangan datang lagi dari bapak tua itu, masih perihal yang sama, mari ke ciroyom. Jawabanku tetap sama, diiringi kata maaf, aku katakan aku tidak bisa.
Dengan kekuatan doa semoga aku tidak salah menyampaikan, sebuah pesan aku tulis lagi, mungkin ini yang pertama kalinya aku bicara cukup serius dengannya: “ehm….Aku mulai capek deh pak, saat harus menempuh perjalanan rumah – ciroyom yang kurang lebih 2 sampai 3 jam untuk bolak baliknya, dan disana, belajar palingan 1 atau 2 jam. Mau main, gatau ama siapa dan main apa. Apalagi belakangan ini,  lebih banyak bingung mau apanya disana. Hehe. Yah emang ga ada yang pernah sia-sia untuk  ciroyom.  Gak ada bangetttttt. Tapi aku boleh kan pak sedikit capek, walaupun aku blm ngassih apa2, dan mungkin gda  apa2nya dibanding kakak2 yang laen, yang bisa ada setiap saat. Aku…. sabtu minggu doank, masa segitu aja udah kalah sama cape? Yah, aku juga masih mencari tau, aku sedang kenapa.“

*Masih di dimensi waktu tahun Masehi, 2 Desember 2012, saat yang lain mungkin sedang pulas bermimpi*
Ketika pagi tadi aku ada di suatu tempat yang berbeda, bukan karena aku mencari pelarian. Bukan karena aku pikir aku tidak bisa melakukannya dengan “kalian” yang sudah lebih lama kukenal. Sungguh bukan. Aku hanya ingin datang dan berbahagia bersama mereka yang kebetulan baru saja ku kenal kurang lebih satu bulan yang lalu, dan kebetulan lagi, aku bisa hadir disana. Dalam acara sederhana mereka, yang kebetulan juga berselimut kasih sayang.

Bukan ingin pindah dari surga yang sudah ada sebelumnya, bukan ingin mencari surga yang bisa kujangkau lebih cepat, hanya ingin datang dan mencoba  merasakan hangatnya kasih sayang yang lain. Tanpa harus aku timbang mana yang lebih hangat, mana yang lebih bahagia. Aku tak butuh itu. Aku tau kalian berdua adalah dua rumah yang berbeda dan saat ini sama-sama yang terbaik yang pernah aku hampiri (ini menurutku). Bahagia itu ada, sayang itu juga ada, disini. Dihatiku, tanpa aku tau seberapa luas dan dalamnya rasa itu. Karena cinta itu tetap sederhana.

Saat ini, tidaak tau kenapa.
Yang jelas, aku, masih disini…..menikmati setiap tetes hujan dan hembusan angin, menanti rindu yang luar biasa pada kalian, sahaja ciroyom. Menelusuri rindu yang seharusnya tidak boleh tidak ada apa2nya dibandingkan menghadapi perkerjaan yang cukup membosankan ini, menjajaki rindu yang seharusnya juga tidak boleh tidak ada apa2nya dibandingkan lelah dan panasnya matahari yang biasa aku temui kala ingin menyapa kalian di siang hari. Rindu yang aku tak tau sedang ada di mana? Sedang apa? Dan kapan kembali? Aku masih berdiri di terminal kehidupan ini, menikmati potongan-potongan kisah yang sedang ada di depan mata, berharap yang aku tunggu juga cepat datang, sehingga aku cepat mendarat di tanah surga itu, bersama kalian, wahai malaikat kecil beraroma lem aibon dan kakak2 lain yang selalu membuatku iri akan ketulusan kalian. Aku pastikan akan datang lagi, dengan segudang rindu, karena aku ingin kembali belajar, bersama kalian.

Salam Rindu.

(Tertanda, pemilik KTP Bandung bernomerkan 327.3224.30989.0003 )

cita-citanya pun selesai

tepat tujuh hari yang lalu…….

Dani sang calon pesepak bola kami, meninggal dunia…
masih muda skali umurnya,,,,tapi sangat singkat umurnya
dia yang hidup dan besar dijalan harus meninggal di jalan pula
ahhhhhh dia yang rajin skali ikut sekolah sepak bola di sabuga sana memang ingin skali menjadi pemain sepok bola
tapi apalah daya, umur pun tak sampai
teringat satu hari sebelumnya, ketika para kakak2 relawan ingin membuat database untuk kebutuhan data anak2 jalanan di daerah pasar ciroyom
Dani mandi, dan dia ingin dipotooo. waktu itu,,,, dengan cerita dan cita -cita anak lain yang ingin jadi polisi, koki dan lain sebagainya, dani hanya bilang ingin ke surga. yahhhhhhh
siang itu dia bilang, cita2nya hanya ingin ke surga. kakak2 relawan pun hanya tersenyum mendengarnya
sampai keesokan malamnya, dia jatuh dari angkot saat ingin mengamen
disitu kami pikir dani hanya sakit biasa,,, walaupun dia memang muntah darah malam itu
tangan kami pun belum sampai membawanya ke rumah sakit
dan dia sudang menghembuskan nafas terakhirnya pukul 4 pagi shubuh
sebelumnya,,,, dia mengucapkan banyak maap kepada kami para kakak relawan, pada pak tua gamesh, pada ka tarjo, dan pada semua orang yang dia kenal.
yahhhhh hanya sekian umur dani….
kemaren
aku dan kawan2 pergi mengunjungi rumah keluarga dani di daerah caringin
hanya sepetak kamar mungkin berukuran 3 x3
disitulah orang tua dani tinggal (tanpa dani yang lebih memilih mengadu nasib di jalan dengan menjadi anak jalanan)
ketika jenazah dani diiurus oleh RS. Umum di bandung, salah satu kakak relawan pun harus menitipkan ktp nya karena dani dituntut untuk membayar biaya keseluruhan yang berjumlah kurang lebih 300 ribu
keluarga berhak mendapat biaya gratis, apabila keluarga dani bisa menunjukan surat ketrangan tidak mampu (SKTM)
tapiii aplah daya, KTP dan KK pun tidak ada, bagaimana membuat SKTM
dan kami pun menjadi buronan RS yang bersangkutan karena memang belum membayar biaya tersebut,
bukan tidak ingin membayar, tetapi ingin sedikit mencari yang namanya keadilan di negara ini
Negara Indonesia yang dengan sangat bangganya bilang,
“anak jalanan “dipelihara” oleh negara….”
nyatanya,,,,,,, beginilah potret kehidupan negara kita
miris teman,,,,, dan saya benar2 merasakann kebulshitan itu skrang 🙂

waktunya berulang tahuuuuuun!!! O/ O /O/

first july in my eyes

happy anniversary rumah belajar ciroyom ku…..


Rumah asa, rumah cinta, dan rumah kasih yang penuh pembelajaran bersama anak-anak ciroyom..

smoga makin penuh dengan cinta dan tawa, smoga makin erat ikatan yang terjalin didalamnya, smoga menjadi tempat yang nyaman untuk berbagi segala yang ada.

ahhhhhhh kangen tingkat dewa sama kaliannnnnn adik-adik
kangen ngaji, kangen nakalnya kalian, kangen ketawa kalian
ya Tuhan, terlalu banyak hal2 aneh yang tidak bisa aku ungkapkan
dan entah kenapa sekarang aku speechless mau tulis apa
perasaan iniiiii seperti tidak bisa diuukur dengan kata2

bahkan ketika aku slalu bilang, maafkan aku yang jarang belajar kesana lagi bersama kalian karena tugas akhirku
kalian juga slalu mengatakan..

jangan lupa oleh-oleh nya yaaa.. cukup tambahan nama di belakang namamu itu kak.. 😀

aku terharuuuuuuuuuu:)

senang mengenal kalian…
senang belajar bersama kalian dan senang mendapat banyak pelajaran dari kalian
terima kasih juga sudah memperkenalkan aku pada: pasar ciroyom, andir, lem aibon, rel kereta api, layang2, lapangan sepak bola, bakso depan rubel, pak tua gamesh yang suka sms geje dan juga kakak2 disana yang baik hatinya dan slalu berbagi senyum


salam hangat dari seseorang yang pernah singgah sejenak dan berharap suatu saat kembali bertemu kalian ^_^
banyak ♥ untuk kalian ^_^

haha hihi huhu hehe hoho

entah kenapa suka skaliiii foto ini

si bangbang yangggg suka ketawa…. dengan senang. walaupun dia ga tau tanggal lahirnya(katanya sih begitu)…. kalo ditanya, knpa ketawanya gtu amat sih, lepas banget. heheehe
di jawab ama dia,”ngapaen mkrn sesuatu yang bkn pusing kita mah tau ngejalaninnya aja. hehehehe”
gitu kata dia. wkwkwkkw kyaaaaaaaaa anak kecil dasar

melukis langit bagai imaji

Kita terlahir sama di rahim persahabatan Ribuan canda tawa bercerita usang surga Memugar singgasana neraka tembok istana Kepak sayap ikarus bongkah batu Sisyphus Sunyi kolong jembatan membentuk kuat kepalan Sepi lorong kereta ajari hantam derita Sendu kosong jalanan beritakan kekuatan Takut tanpa selimut kala pitam malam bersambut Ini bilik jantungku sisakan nafas untukmu Temani engkau tumbuh lelah terus tersedu Ini sendi tulangku menopang kau yang gugup Menghidupi hidup hingga terompet israfil ditiup Kita berkumpul di tepi berbagi sepotong roti Melukis langit bertinta harap berkanvas maaf Mempersenjatai imajinasi dengan mimpi Membajak ketakuan mencuri sinar rembulan Bujuk hasrat tercium kala nada kau nyanyikan Sepanjang trotoar kota saksi bisu menyulap makan Dongengkan pada siapa saja yang kau temui disana “lebih baik mati terlupakan dari pada terkenang karna menyerah!” Menangislah yang keras saudara kecilku Bersandar di bahu ku tumpahkan keluhan mu Teteskan air mata serdadu kecil ku Di telapak tangan ku teguk buktikan kesetiaan ku Menangislah yang keras bidadari kecilku Marah itu pahala diam bagaikan dosa Genggam erat tanganku peluklah seikhlasnya Menantang dunia tanpa kematian waktu

Rubel SAHAJA presents

Memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram
Rumah Belajar Anak Jalanan SAHAJA Ciroyom

Mempersembahkan:
13.00 -15.00 Panggung musik oleh anak2 jalanan Rubel sahaja
15.00 – Maghrib Periksa gigi gratis untuk warga pasar ciroyom

hohohoo, yang mau berkunjung, dipersilahkan 🙂

RUBEL SAHAJA PUNYA AKSI

gado-gado rasa cinta

haduhhhh,,,, maen sama mereka bikin speechless
pengen ketawa ngakak rasanya,,, tapi tetep deh apapun yang didapat dari mereka, selalu ngebekas dihati,,,,

apalagi yang namanya ari…..
selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan yang kadang kita orang gede susah jawabnya
atau memberikan statment2 yang huahhhhhh bikin ga bisa berkata2 -__-“

setelah dulu dia nanya
“kalo surga neraka itu ga da, apa kalian mau beribadah kak? ” ciakkkk pertanyaan yang bikin kita semua diam.

kali ini dia bikin perasaan gw berasa campur aduk lagi

waktu ngobrol sama ka tarjo….
ka tarjo: ayolah arieeeee belajar belajar. kau mau belajar apa, tak ajarin ssemua ilmu yang ku punya (gw ma yang laen ketawa aja dengernya)
arie : aku mau diajarin bikin bom kak
gw : hayo lw ka tarjoooooo bisa ga ngajarin bikin bom? (ketawa2)
ka tarjo : tenang,,,, kua ajarkan kau rie. tapi ngomong2, buat apa itu mau bikin bom?
arie: aku mau ngebom gedung2 tinggi kak…. (kata dia polos)
gw : waduwwww, emang salah si gedung2 tinggi apa rie?
arie: soalnya gedung2 tinggi nutupin pemandangan kak

refleks aja gw nganga ga mingkem,,,,,, gile
nih anak kecil kepikiran aja yahhhhh. gw aja ga kepikiran disana. heyaaaaaaaaaa

terus ga lama si arie ngobrol sama si koko (koko: kak harry senior gw dikampus, karena dia orang cina jadi dipanggilnya koko)
koko: rie, disini anak yang seusia kamu banyak ga?
arie : ga tau kak…..
koko : loh ga tauuu??? emang umur kamu berapa? (mukanya si koko penasaran)
arie: ga tau kak….(keliatan males mikir, gagal fokus)

si koko mendadak bingung hahahhhaa
si koko nanya lagi,
koko: emang tanggal lahir kamu tgl berapa?
arie: ga tau kak, buatin donk!!!!!
yah sama si koko langsung papandang-pandangan gw, senyum-senyum.

karena suasana udah ga enak, jadi kita akhirin obrolan serius.

terus mereka maen tebak2an tuh si koko ma si ari
arie: kak kita maen tebak2an gambar yah,,,,
koko: okeh
arie: (ngegambar titik dua “:” di kertas) kakak tebak ini apa?
koko: heummmmmmmmmm ayam (so tau nya mulai si koko, hahahhahah)
arie : salah,,,,, nyerah ga?
koko : ia deh nyerah,,,,, (ketahuan maalas mikir)
arie: ini istanaaaaaaa
koko : (muka bingung) istana????? ko bisa?
arie : iah istana, tapi masih paku nya doank

rasanya gw ga mau berenti ngakak tuhhhhhhh
nih anak pinter tapiiii nyebelinnnnnn
hadeuhhhhhhhhhh,,,,,,,pengen jitak yah rasanya ngobrol sama dia
pinter bener. Kaya kata gw, maen sama mereka rasanya kaya gado2, sedih senang lucu campur aduk rasa cinta
hehehehe, kelak menjadi orang yang cerdas dan berguna yah rie’ 🙂

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑