Search

Simple-Cat-Just Love my Life

Not sure can give the inspirations, especially being people who inspire

Tag

kehidupan

Hadiah Mengulang Tahun di 2017

Memang benar adanya, fokus bahagia untuk diri sendiri itu sulit. Tapi percayalah, semua akan indah pada waktunya #cie dan hidup kita juga menjadi tidak terlalu rumit minimal gak repot ngurusin hidup orang lain. Kalau tahun lalu saya mendapatkan hadiah milad yaitu dilamar, alhamdulillah tahun ini insyaAllah saya dapat hadiah double.

Dua hadiah spesial itu yaitu:

1. Sudah dibayar dimuka oleh Allah SWT. Awal tahun kemarin, saya sah menjadi istri dari lelaki berdarah Minang yang waaaaah saya bingung bagaimana menggambarkannya. Kenal tidak terlalu lama, dekat alias pacaran gak jelas juga cuma sebentar lalu memutuskan menikah rasanya seperti manis asam asin, rame.

Tapi so far saya bisa bilang bahwa beginilah fase hidup manusia secara umum. Belum setahun menikah, saya anggap sekarang saya dalam fase belajar menjadi keluarga sakinnah, hingga bertahap akan siap menjajal tahapan mawaddah dan yang terakhir adalah warrahmah. Konon katanya, sampai pada tahap akhir itu membutuhkan waktu yang lumayan panjang. Tapi gak masalah, toh ini komitmen hidup bersama dan saya yakin semua pasangan akan menjalaninya. Bismillah, semoga diberkahi Allah.

Saya merasa bersyukur sekali menjadi seorang istri, terlebih istri dari Bapak BR. Saya katakan kepadanya [re: suami], bahwa saya anggap Allah kasih ‘dia’ kepada saya sebagai hadiah spesial; untuk waktu tak hingga alias tanpa batas. Amiiiiin.

Love u pak suami. Pernyataan ini dibuat bukan karena ingin meminta uang bulanan naik, melainkan karena sejujurnya saya memang orang yang alay eh maksudnya romantis.


2. Target launchingnya masih bulan depan, so cerita spesial tentang junior ini akan saya tulis setelah benar-benar rilis atau BAST-nya udah resmi dari Allah kepada kami. Sementara cerita prosesnya, akan saya share dalam waktu dekat. Semoga tidak menjadi hoax seperti tulisan lain yang bersambung tetapi tidak pernah nongol sambungannya. Hehheeeehe. 

Tanpa mengurangi rasa hormat, “Mohon doanya semoga lancar persalinannya, sehat ibu dan anaknya, tanpa kurang apapun yah….amiiiin.”

Intinya, di ulang tahun ke-22 ini bukan usia sebenarnya saya ingin terima kasih kepada bapak suami juga junior di dalam perut yang sudah membantu saya terus mengukir senyum di wajah. Maaf apabila istrimu ini masih rada-rada, ya namanya juga masih anak muda lirik umur ke -22. hehheeehe. 

Semoga kesehatan dan umur panjang menyertai kita sekeluarga dan seperti kata Pidi Baiq, semoga kita kuat, sekuat kehidupan, cinta, dan pemahaman. Amin. Semoga cepat awal tahun dan kumpul lagi. Adek gak kuat LDR kelamaan bang… hahahhaa. Love love love. 

Bekal Manis untuk Suami…

Membuatkan bekal makanan bagi suami adalah harapan bagi semua wanita. Ya… Siapa sih yang gak mau jadi wanita super perfect dengan skill bisa masak? Aku sih, yes!

Alhasil, ketika belum menikah atau istilahnya masih pedekate dengan suami dulu, saya sering membuatkan bekal untuk dia. Uhuk… namanya juga sekantor. Modus sambil curi-curi timing dikit lah. Terus biar bisa hemat juga, nambahin modal buat nikah. Wkwkwkwkw. 
Untuk menu sarapan, biasanya saya buatkan sendiri. Roti bakar, sandwich, gorengan, nasi goreng, dan menu simpel lainnya yang alhamdulillah masih bisa diolah menggunakan tangan yang jarang masuk dapur ini. Kalau untuk menu makanan simpel, saya gak terlalu butuh YouTube sih…!

Sementara menu makan siang dia, biasanya saya ambil atau samakan dengan menu bekal makan siang saya yang dipersiapkan oleh Mama. Namanya juga sama-sama bekerja dan bahkan di kantor yang sama. Jadi, emang gak ada kesempatan untuk masak sendiri bekal makan siang. #alasaaaaaan Padahal emang gak pandai masak. Di sini saya merasa belum menjadi wanita kece seutuhnya… Hahaha. Ngebekalin gebetan ko pake masakan Mama, gagal keren rasanya.

Tapi jujur saya sebenarnya bisa masak loh,,, selain rajin bertanya pada teman yang pandai masak, saya senang liat resep di YouTube. Kalau cuma menu tumis, sayur sop, dll, masih cincai lah…! Raisa aja belum tentu bisa masakin tumis pete buat Abang Hamish. Hahaha. 😁

Setelah menikah, dunia mengajak saya untuk benar-benar belajar memasak. Supaya apa? Supaya gak cuma bisa bikin roti bakar sama tumis kangkung atau sambal goreng daging. Atau yah paling keren menu pasta-pasta-an lah…! Saya, menurut diri saya sendiri, harus bisa mengolah menu lainnya agar suami tidak bosan makan di rumah. Alhasil, group WhatsApp para sahahat di lini jurnalistik yang isinya banyak gosip itu, tak jarang menjadi group masak untuk share aneka resep. Isinya kurang lebih, ciri ayam krispi yang dalamnya matang. Selain itu ada juga YouTube, berjasa menjadi media edukasi buat belajar aneka olahan makanan. Meskipun, belum khatam belajar masak saya, sudah keburu hamil dan alergi bau bumbu makanan yang aneh-aneh.

Namun, akhir-akhir ini [sebelum suami pindah dan sudah sembuh dari mabok hamil muda], sempat bagi saya kembali memasak aneka tumisan atau menu simpel-simpel andalan untuk suami. Bahkan untuk beberapa temannya yang senang main ke rumah. Ahahah.

Tapi so far, saya bisa mengklaim bahwa kemampuan masak saya sudah cukup meningkat semoga suami gak shock ketika baca tulisan ini. Masak menu gitu-gitu doank meningkat skilnya? Lah duluuuu masaknya apaan ini cewe, mie instan doank kayaknya. Pasti dia mikirnya gitu…

Nah kembali pada cerita tentang menyiapkan bekal pada suami, beberapa hari lalu senang rasanya berkesempatan masak lagi untuk bekal suami. Gak tanggung-tanggung, bekalnya dibuat dalam jumlah cukup banyak agar suami yang sekarang tinggal di apartemen; di luar negeri sana; bisa tetap makan enak. Kasian juga liat dia tiap hari makan malam yang itu-itu aja, dengan rasa yang sedikit banyak tetap beda dengan masakan Indonesia. Meskipun, masih cukup banyak makanan yang mirip dengan makanan Indonesia. Akhirnya, sejak awal sudah berniat membekalinya makanan masak yang siap dihangatkan dengan microwave.

Sebelum suami pulang [karena pulangnya singkat dan padat jadwal], saya sudah mulai mencicil memasak. Mulai dari bawang goreng, sampai sambal bawang, hingga kentang kering sambal goreng daging mulai disiapkan. Ada juga tambahan rendang buatan tangan mertua sisa lebaran yang juga akan dibawa terbang. Untuk semua masakan tersebut, saya kerjakan sendiri, meskipun tangan si Mama udah gatel pengen ambil alih waktu saya mengerjakannya sendiri. Karena ini bekal untuk suami, saya bilang biar saya sendiri yang mempersiapkannya. Bahkan sampai proses akhir, yaitu dikemas dengan rapi agar bisa disimpan dalam freezer dan awet. Kali aja tar kalo dah ikut suami pindah, saya bisa jualan makanan kan. Minimal jualan Indomie…! Asik kan kalau punya warung Indomie di luar negeri. Ahahah.

Dan taraaaaam…. Semua menu bekal sudah siap untuk dibawa. Bahkan saya juga menyisipkan misting berisi beberapa menu makanan + nasi agar suami bisa makan siang di kantor dengan enak enak menurut saya, gak tahu menurut dia saat hari kepulangannya.

Buat saya sih, bisa ngebekalin suami dengan sekotak makan siang dan plus bekel lauk untuk satu-dua minggu itu rasanya luar biasa manis. Tar kapan-kapan saya share resepnya yaks… Hahaha, somboooongnyaaaah. Tapi ntar, kalau hutang tulisan yang lain sudah pada beres. 😻😻😻

Note: tulisan ini no offens buat wanita/pacar/istri yang gak bisa masak yah…! Karena saya juga masih jauh amat dari yang namanya pandai masak. Selain itu, mereka yang gak bisa masak kaya saya ini, bukan berarti wanita yang tidak bisa jadi pacar / istri yang baik. Jadi gak perlu khawatir. Bismillah tetap semangat, karena masih ada YouTube… !

Adil sejak dalam pikiran, bisa?

Mungkin memang sulit bagi kita untuk belajar adil, bahkan sejak dalam pikiran

Bagaimanapun, manusia tetaplah manusia dengan wataknya yang penuh dengan ego atau kesombongan

Terlalu khusus jika ditanya adil

Ketika ditanya apakah hal ini ‘baik’ bagi orang-orang yang peduli dan bergantung kepada kita saja rasanya jawabannya adalah tidak
Bagaimana bisa adil, kalau baik saja belum…
Iya, itu salah besar. Tapi kita sering kali lupa atau bahkan pura-pura tidak peduli

Ada yang bilang, orang seperti itu mungkin harus terjatuh atau terinjak-injak dulu

Seperti anak kecil, jatuh dulu lalu belajar

Tapi sebenarnya kembali lagi, kenapa harus kita? Kalau bisa inginnya tak ada yang jatuh, atau pait-pait atau egoisnya adalah, silahkan orang lain saja yang jatuh

Kita jangan!
Kalau sudah begini, inilah guna sahabat [suami /istri, orang tua, keluarga atau guru] yang bersedia mengingatkan tanpa kita merasa terintimidasi

Bagaimana caranya merasa tidak terintimidasi saat diingatkan?

“Percayalah, sekasar apapun nasehat mereka semua, sudah banyak hati yang diinvestasikan untuk kita.”

Semoga menjadi bahan renungan, minimal buat diri sendiri dulu saja 🙂

Mengukur Malam

Ini adalah kali pertama kami makan di mamang-mamang kaki lima gerobakan, secara langsung, di TKP. Bukan, ini bukan berarti kami anak gaul yang nongkrongnya hanya di kafe, mainnya di mal atau bioskop. Bukan sama sekali!

Kami yang sama-sama tukang makan ini, sudah sangat biasa jajan di mana saja. Mulai dari rumah makan yang tidak ada kakinya sampai gerobakan kaki lima, akan dan terus kami coba selagi memang menggiurkan.

Lalu, niat untuk ke Buah Batu sambil cukuran di salah satu Barbershop sekitar situ, tetap menjadi wacana karena males kuadrat (sama-sama males) dan keluar kantor terlalu malam.

Dia masih sibuk dengan diskusi ini itunya terkait kerjaan bersama kawan di kantor, masih super serius di jam-jam maghrib seperti itu. Sementara saya? Juga masih sibuk diskusi perihal penting dan tidak penting dengan geng bubuk rengginang (juga anak kantor). Maklum lah, di kantor kami, geng-gengan itu sudah biasa. Selain geng saya tadi, ada juga geng ale-ale sirsak, geng pasukan hudang beurang (para atlet DotA), serta geng ibu-ibu doyan masak yang semua isinya adalah dedek-dedek emesh berkelamin laki-laki. :))))).

Tapi walaupun begitu, sungguh yang saya obrolkan bersama mereka semua sebenarnya juga terkait masalah kerjaan, tetapi memang gak pakai wajah super serius dan lebih banyak ketawanya. Ini beda cara bekerja yang paling jelas antara saya dan dia.

Setelah menuntaskan masalah duniawi di kantor, salah satu restoran cepat saji andalan yang terletak di sebuah mal adalah tujuan kami. Agak males sebenarnya. Tapi kepengen sih… Tapi berat ke malas. Pft…

Ujung-ujungnya, kami memilih gerobakan di depan salah satu ruko sebrang pintu masuk mal. Duduk di tangga ruko-berdua-menunggu nasi goreng tersaji. Ah… Saya pikir saya sedang main FTV. Hahahahaaaa. Iyah, ini kali pertama sehingga bisa saya sebut ini momen langka. Biasanya sih, kami (saya) lebih memilih beli dan makan di rumah jika makanan incarannya adalah kaki lima seperti ini. Bukan apa-apa, kadang males juga makan pake debu. Cukup hanya kerupuk yang bikin kita batuk. Tak perlu lagi debu pinggir jalan ditabung untuk modal sakit paru-paru.

Duduk sekitar tiga puluh hingga empat puluh lima menit, bukan hal serius yang kami obrolkan. Tampaknya kami lebih banyak menonton orang berjalan atau lalu-lalang bersama keluarga masing-masing. Wajah-wajah bahagia menghiasi komplek mal tersebut. Mungkin karena besok long weekend dan waktu berkumpul keluarga lebih lama. Sebelas dua belas dengan perasaan saya.

Terlepas dari menonton orang lain berkegiatan, sisanya adalah sedikit plan esok hari (kami terbiasa menyusun agenda agar jelas saat ke sana ke mari), sedikit tentang perkembangan plan jangka pendek kami yang juga super penting, sedikit tentang apa yang saya alami di kantor hari ini.

Obrolan tersebut lanjut sampai ke rumah yang jaraknya sekitar satu setengah kilometer dari komplek mal tempat kami makan tadi. Di sambut dua keponakan kecil yang sibuk memanggil dia dengan sebutan ‘om’ dan berteriak minta dirakitkan sebuah meja belajar (lagi, karena sebelumnya sudah pernah), adalah moodbooster di otak yang membuat sata terfikir bahwa segera menikah adalah perihal yang sangat baik. Cepat atau lambat, saya ingin keluarga kecil kami juga seperti itu. Bocah-bocah yang berteriak karena terlalu antusias menunggu kedatangan ayahnya sepulang meeting kerja. Huhuuuuu, kan so sweet yah… :’)

Menikmati malam, kami lanjutkan dengan duduk di teras. Tanpa kopi atau teh karena lupa menawarkan. Heheee. Dua jam duduk bareng di teras rumah, juga hal perdana. Biasanya, kami duduk di ruang tamu agar dia bisa buka laptop dan bekerja. Bagaimana lagi, saya adalah saingan keras pekerjaannya. Makanya, pacaran-duduk di teras berdua seperti ini…. Ah… Sinetron banget. Hahaha. ;)))))

Percayalah bahwa yang kami obrolkan sepanjang waktu itu adalah pekerjaan. Hahahahaaaa. Kerja sekantor, dan ada pada dua divisi yang terkait, rupanya menguras waktu pribadi saya dan dia. Bukan rencana jalan-jalan, kami malahan mengobrolkan kerjaan. :)))) Beban kerja masing-masing, evaluasi diri masing-masing, sampai target atau harapan masing-masing. Ya sebenarnya ini juga penting karena berelasi dengan visi-misi kehidupan kami ke depannya. Tak banyak berdebat, bahkan memang tidak sama sekali. Saya sadar diri untuk tetap menjadi pendengar karena urusan management perusahaan, dia jauh lebih berpotensi dari saya. Meskipun sesekali dia juga suka belok dan harus dikembalikan ke jalan yang benar. Hahahaha.

Poinnya, tetap memastikan bahwa persepsi kami masih sama dan cita-cita kami juga masih satu tujuan yang sama. Teman hidup, jelas harus menjadi partner yang baik sebagai teman seperjalanan.

Yah… Begitulah bahagia…
Semuanya kita yang ciptakan. Ini cara agar kita tetap fokus mencintai kehidupan diri kita sendiri.

Thanks God, It’s Friday.

Bandung, 09 September 2016

Mengulang Tahun (lagi)

Saya suka mendadak sangat senang dan suka mendadak sangat galau, pada saat 3 September datang. Senangnya karena biasanya banyak hadiah ulang tahun dari kakak-kakak. Galaunya adalah karena mau tidak mau harus plus satu usia saya. Semejak itu, saya putuskan usia saya mentok di dua-puluh-dua tahun (titik)


Menuju dan sampai pada usia ini, saya merasa jauh-jauh dan sangat jauh lebih baik. Saya mulai paham menghadapi situasi-situasi rumit yang sebagian besar hadir karena diri saya sendiri. Situasi sesuai usia. Heheee. Prinsipnya masih sama dan saya coba terapkan kembali. “Jika masalah percintaan ini adalah perkara yang rumit, maka sederhanakanlah.” Dengan begitu, setengah beban hidup anak muda macam saya akan lepas. Asek…

Toh akhirnya ending dari semua akan lebih jelas, tidak sulit mengambil keputusan dari setiap langkah yang dilalui jika memang: 1. Jelas arahnya; 2. Tanganmu digenggam erat oleh orang yang tepat saat melangkah.

Pertengahan tahun, saya putuskan untuk komit agar fokus menghidupi hidup dan cinta saya sendiri. Begitu saja sudah cukup rumit dan menyita waktu. Modalnya adalah Bismillah…! Ah… Kadang di posisi sini saya merasa saya harus move dari usia dua-puluh-dua. Saya pikir, saya sudah cukup dewasa untuk naik paling tidak menjadi dua-puluh-tiga tahun angka ini juga dibuat untuk mengakali agar jeda usia saya dan dia tidak terlalu jauh. Hahahahaaa.

Lebaran dan menginjak sesudahnya, seseorang yang tak kalah ingin komit untuk menjadikan saya sebagai partner hidupnya, datang ke rumah saya, beserta keluarganya. Bukan kali pertama untuk dirinya pasti. Tapi kali pertama untuk keluarganya sebagai pertanda serius. Terjawab sudah rasanya sejuta pertanyaan dalam diri saya, kenapa bisa dengan semudah itu melangkah ke genggamannya…?

Saya dilamar oleh laki-laki super serius yang hobinya ngoding dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk bekerja di depan laptop.

“Deg-degan juga yah…,” bisiknya pada saya, beberapa menit sebelum mengutarakan maksud kedatangannya beserta keluarga. Posisi duduknya mulai gelisah dan tangannya mulai basah berkeringat.

Saya hanya tersenyum. Batin saya, “cowo kaya kamu, memang sekali-sekali kudu begini. Biar gak cuma sibuk di depan laptop, tapi ingat waktu untuk injak bumi dan sadar kalau ada wanita yang ingin membangun cita-citanya bersama kamu.”


Yah, di sana saya sadar bahwa Tuhan beri saya hadiah ulang tahun lebih cepat satu bulan dari seharusnya. Kebaikan lainnya dari Tuhan adalah, laki-laki ini bahkan hadiah seumur hidup untuk saya. Bukan hanya tahun ini! Masih gak mau bersukur? Saya fikir, malu rasanya kalau sampai enggan bersyukur ketika hidupmu mulai lengkap oleh keluarga tersayang, sahabat dan teman-teman luar biasa, juga sekarang ditambah laki-laki paling hebat di dunia setelah dua lelaki lainnya; alm. Bapak dan kakak laki-laki semata wayang.

Harapan saya tahun ini sudah jelas… Meminta perlindungan Tuhan dan semesta agar segala urusan kami dilancarkan dan dimudahkan. Diberi kekuatan juga kesabaran. Tetap menjadi seorang bungsu yang lucu, plus akan menjadi seorang istri dan seorang ibu, tentu bukan tugas sederhana. Tetapi saya yakin, tidak semua seberuntung saya saat ini.

Tetap hadir di tengah-tengah keluarga yang hangat, bersanding dengan dirinya yang gagah dan bijak juga gendut, bahkan akan menjadi bagian dari keluarga hangat lainnya: adalah pekerjaan rumah sekaligus nikmat yang setiap harinya harus berubah menjadi energy.

Ah… Tetap bahagia seperti ini, pasti akan sangat menyenangkan. Semoga!

“Terima kasih yah… Karena meskipun hadir tanpa keluar dari dus berwarna merah maroon dan pita terikat di atasnya, kamu tetap hadiah yang terbaik dan paling indah.”

dia

Tumbuh menjadi dewasa hingga di usia 22 tahun 26 tahun, membuat saya banyak belajar dari apa yang saya lalui. Tidak terkecuali masalah hati dan rasa.

Dua atau tiga tahun terakhir, bahkan saya rajin sekali mencatat materi ‘kuliah kehidupan’ dari orang-orang terdekat yang sudah berpengalaman. Motivasinya jelas, saya tidak akan hidup dalam model ‘kehidupan dan cinta’ yang levelnya masih anak TK. Seperti sekolah pada umunya, ‘kehidupan dan cinta’ saya harus naik kelas dalam waktu tertentu. Paling tidak, cepat atau lambat!

Akhirnya, banyak yang bisa saya jadikan acuan hidup. Tetapi tidak sedikit yang cuma bisa saya tampung. Nyatanya, semua akan kembali pada prinsip pribadi masing-masing.

Perlahan, saya merasa mulai naik kelas. Meskipun lama atau terkadang harus mengulang kelas. Bahkan, beberapa kali saya merasa sudah turun kelas. Hehe. Tapi begitulah belajar, semakin kamu sering mengulang semakin kamu cerdas, seharusnya!

Akhirnya saya mulai paham, bahwa benar, ada dua jenis akhir dari kisah penantian (yang lahir dari kesepian) akan kehadiran seseorang, yang senang dan sedih! (1)Dia yang dinanti akhirnya tiba. (2) Si Penanti akhirnya lelah menunggu, lalu akhirnya memilih untuk berhenti dan melupakan segalanya.

Bagi saya, penantian ini jelas adalah untuk ‘dia’ yang suatu saat akan menjadi Imam saya satu-satunya. Akan menjadi anak ke-8, alias anak terakhir di keluarga inti saya.

Begitulah beberapa bulan ini saya lalui, dekat dengan seseorang yang bahkan saya tidak pernah sangka bahwa dia ‘adalah orangnya’. Dekat dengan seseorang yang semakin keras saya hindari, maka semakin keras dia berusaha menunjukan keseriusannya.

Saya bukan sedang jatuh cinta hingga membuat denyut jantung saya berpacu lebih dari biasanya. Saya bukan sedang jatuh cinta hingga membuat saya sakit karena tidak mau makan hanya karena saya tidak mendapat kabar darinya barang sehari saja.

Saya hanya merasa bahwa sejak saat itu, ada ribuan kupu-kupu cantik hidup di dalam tubuh saya. Saya pikir mereka semua penuh sesak ada di perut saya. Berlomba untuk keluar melalui dada-tenggorokan-mulut. Begitu setiap hari, hingga saya menjadi kebingungan.

Nyatanya, si bungsu yang manja ini mulai amat sangat merasa nyaman berada di sampingnya. Bangga, menemaninya. Tenang, bercerita dengannya. Senang, mendengar ceritanya. Hangat, di dekatnya. Dan, yakin bahwa Tuhan punya cara sendiri untuk mengiring kami.

Perlahan saya merasa, ‘iyah, sepertinya benar dia orangnya’. Berkaca dengan apa yang saya lewati sebelumnya, tentu tidak mudah untuk merasa ‘klik’, seperti itu. Tapi dia, sudah seenaknya dan sangat amat sangar lancang mengirim banyak kupu-kupu dalam tubuh saya hingga satu persatu keluar mewarnai hidup saya. Bahkan dengan waktu yang sangat amat singkat.

Keberanian serta rasa percaya dirinya tidak pernah berubah sejak pertama kali kami berkenalan. Kelebihan itu juga yang akhirnya menjadi celah bagi dirinya untuk masuk dan meyakinkan saya untuk melangkah dengan semantap ini. Sebuah cita-cita kehidupan dan cinta, yang memang sudah seharusnya begitu.

Kami kadang diam lama sekali dan sama-sama berfikir. Tidak percaya dapat melangkah semudah ini dalam waktu yang relatif cukup singkat. 🙂

Ah… Saya jadi ingat kata seseorang, dulu sekali. “Kamu akan siap menikah ketika ‘dia’ yang mengajakmu, juga siap.”

Ya begitulah yang saya rasakan saat ini. Ketika saya merasa bahagia, saya lihat dia jauh lebih bahagia. Ketika saya mulai ketakutan memikirkan langkah selanjutnya, dia dengan shabar memegang tangan saya dan mengatakan bahwa kami hanya perlu berdoa agar semua akan baik-baik saja.

Ah begitulah kami saat ini… 🙂

Saya dan Terserah Mereka…

Bagaimana lingkungan merespon kita tampaknya menjadi satu metode yang baik untuk melihat bagaimana diri kita di mata orang lain. Kemarin saya baru saja mengupdate informasi pribadi dan alhamdulillah responnya banyak. Banyak doa, kebetulan memang saat ini pribadi saya sedang butuh banyak amunisi doa. 🙂

Sewaktu mengobrol dengan seorang kawan dekat sekaligus abang paling tua di keluarga relawan, kami sampai di suatu kesimpulan.

Ternyata dibalik respon orang-orang itu semua, beberapa atau bisa jadi banyak yg tampak terlihat sinis dengan saya. Bahkan, seorang sahabat juga mulai identik dengan sifat seperti itu. Awalnya saya fikir itu semua adalah rasa sayang, tetapi kata beliau (ma’lum sudah cukup tua meski baru beranak satu), ungkapan-ungkapan itu jauh berbeda antara sinis dan sayang. Banyak yang tulus ikut bergembira dan mendoakan. Akan tetapi juga tidak sedikit yang sebaliknya, tidak senang melihat saya bahagia atau senang.

Setelah saya lihat-lihat kembali respon tersebut, rupanya benar. Setiap orang memiliki karakter berbeda. Ah entah kenapa saya gampang percaya dengan si abang satu ini. Tetapi jujur saja, sebenarnya sedikit banyak saya juga merasa seperti yah begitu “disinisi”. Mata hati saya masih bisa membedakan mana orang yang baik dan pura-pura baik atau sebatas netral.

Lalu iseng kami berfikir, kenapa bisa begitu?

Jawabannya sudah jelas, bukan karena saya terbiasa terlihat galau atau khatam menjadi penulis spesial patah hati. Tetapi karena beberapa mencitrakan saya angkuh atau sombong. Ah tidak kaget jika alasannya seperti itu.

“Itu bukan pencitraan sih. Aku kan memang sombong dengan orang-orang yang memang tidak terlalu dekat…” kata saya tertawa, pagi ini.

“Nah itu dia,,, seberapa dekat kamu dengan mereka.”

Sebentar saya berfikir, mungkin ini bisa memotivasi saya untuk menjadi lebih baik dan sekaligus membuktikan pada mereka yang sinis. Tetapi dengan sigap si Abang mengingatkan saya untuk berhenti dengan hal-hal seperti itu. “Harus membuktikan sesuatu, kepada siapapun.”

Ya begitulah, terserah mereka saja; orang-orang yang tak dekat-dekat amat; tak dekat sama sekali; atau dekat tetapi memang terlihat sinis lebih mirip saingan bukan kawan. Akan menyita banyak sekali waktu dan energy hanya untuk menduga-duga ‘hati’ orang lain.

Benar juga, bukankah kita masih harus mengeluarkan energi dan waktu yang banyak hanya untuk fokus menghidupi hidup dan cinta kita sendiri. Sisanya adalah remeh-temeh kehidupan untuk menghabiskan waktu luang.

“Syukur-syukur ada yang baper,” begitu katanya menyerobot lagi dengan emote tertawa ngakak.

 

Manusia, Jangan Dengki

Entah kenapa, belakangan ini sedang sibuk menjadi orang yang dengki. Banyak ketakutan-ketakutan dalam diri yang saya pikirkan. Misalnya, “Kalau dia bisa punya ini dan saya gak, terus gimana?”-“Kalau dia bisa ke Korea, terus saya gak, gimana?”-“kalau dia lebih pinter dari saya, gimana?” atau yah sejenisnya. Intinya sedang Kufur Nikmat kali yah…! Padahal, saya pastikan saya dalam keadaan dan kondisi yang sangat cukup.

Tapi balik lagi, namanya juga penyakit hati. *buru-buru istigfar*.

Lalu kemarin waktu saya mengaji [Yes… Akhirnya setelah sekian lama bolos ngaji], Ustadz Hanan mengatakan bahwa seharusnya manusia memang menganggap bahwa dunia itu biasa saja atau bukan sesuatu yg menakjubkan. Itu bukan bentuk tidak bersyukur sih, tapi win-win solution buat orang seperti saya kayaknya. Orang yang mudah sekali sombong dan sebaliknya mudah sekali dengki.

Katanya, ketika manusia ini menganggap dunia sebagai sesuatu yang menakjubkan, maka tak jarang kita akan sombong ketika mendapatkannya. Lalu, ketika kita tidak mendapatkannya dan melihat orang lain mendapatkan atau menggenggam dunia yang menakjubkan itu, maka kita akan dengki dengan orang lain tersebut. Terbikti sih emang… Ahahahhaha.

Siang inipun kepikiran busuk lagi, ahahahahaha. Sial. Manusia ko gak bersyukur…. *marahin diri sendiri*. Intinya ketakutan-ketakutan yang egois sih…! Lalu ingat kata Ustadz Hanan, dunia gak ada apa-apanya gini? Apa yang mau didengkiin?

*brb Sholat Dzuhur* *kayaknya mabok msg*.

 

Makna Mimpi

Pasti ketika melihat judulnya, kamu berpikir kalau saya bakalanan bikin ulasan tentang makna-makna mimpi seperti mbah-mbah di luaran sana yang waktunya luang banget untuk menafsirkan makna mimpi kamu yang lebih banyak mimpiin mantan atau kecengan atau bahkan baru sebatas mantan calon kecengan. Gak! Saya mah gak gitu orangnya! Saya mau realistis aja… [eh… Ini bahas apaan sih?] Hahahha.

Ada yang pernah bilang ke saya kalau mimpi saat mata terbuka lebih berbahaya dari mimpi saat mata tertutup [re: tidur]. Tapi, buat saya sih… Hampir sama aja. Mimpi ketika tidur itu kadang nyebelin. Biasanya banyak yang ngegantung alias pemberi harapan palsu. Ini terasa nyiksa banget kalau lagi mimpiin kecengan! Iah, t.e.r.a.s.a. Sementara itu, mimpi dengan mata terbuka juga bisa membuat kita kehilangan akal sehat dan berujung pada gila. Makanya sering terlontar kalimat seperti ini, ‘tidur dulu hei, baru mimpi!’.

Bicara mimpi dengan mata terbuka, ini salah satu alasan kenapa saya punya kontak salah satu dokter jiwa di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Hehehee. Ya… Gak karena saya mengarah ke gila juga sih. Sebenarnya, dalam salah satu group WA yang isinya geng reporter garis keras, kontak dokter ini sering banget di sharing ketika salah satu sudah mulai mengarah pada ngalor-ngidul yang gak bisa diprediksi berujung pada apa. Terus masing-masing dari kami juga sudah lebih dulu punya kontak si dokter, karena emang sebelumnya pernah melakukan wawancara dengan beliau.

Di sisi lain, kadang kami juga sadar kalau semua dari kami sebenarnya butuh konsultasi ke si dokter tersebut. Iya, Si Dokter emang mau-mau ajah kalau diminta konsultasi gratis. Boleh banget!!! Asal gak punya malu ajah. Udah sakit jiwa, minta konsultasi gratis pula. Huft… Gak paham lagi…. -_-!

Oia balik lagi ke mimpi…

Nah karena saya anaknya pemimpi yang gak tahu diri alias suka berimajinasi tanpa batas dan ngayal ini itu gak jelas, saya pastikan kontak si dokter ada di hape saya dan gak kehapus. Bisi! Iya, bisi butuh gitu. Karena sebenarnya kalau menurut saya sih penulis pasti harus bisa ngayal. Jadi ngayal dan mimpi ini gak haram-haram banget lah. Tapi tetap harus jaga-jaga juga supaya tetap dalam batas frekuensi yang bisa dijangkau orang normal di luarin sana.  Karena apa? Karena orang setres, sudah mengarah ke gak normal… Ok!

Oke, kita case closed masalah mimpi mata terbuka.

Nah, buat saya sih, mimpi dengan mata tertutup juga bahaya loh… Siapa yang nyangka dan mau, kalau pas tidur kita mimpiin mantan? Itukan malesin banget yah… Berasa dijajah sama mantan sampe alam bawah sadar. Lagian, siapa dia berani-beraninya masuk ke alam bawah sadar kamu tanpa minta izin? He? Dia pikir kamu luang banget apa buat mimpiin mantan yang kaya dia doank [sekarang sih bilangnya ‘kaya dia doank’, padahal dulu beda lagi]? Dan itu terjadi setelah semua yang dialami bersama dalam suka dan duka? Kan ngebetein banget jadinya. Huft.

Atau saya juga sering denger kasus ketika temen di group WA geng yang berbeda cerita kalau dia mimpiin kecengannya… Jadi katanya, di dalam mimpinya itu, mereka kaya hidup bahagia lagi jalan-jalan naek mobil sambil gendong anak. Masalahnya kan mimpi itu suka abstrak, jadi gambaran seperti itutuh ambigu pisan… Di satu sisi mirip keluarga kecil bahagia, tapi di sisi lain itu bisa juga merepresentasikan baby sitter + supir yang abis jemput anak majikannya pulang sekolah. Heu… Sedih kan…

Terus mendadak ingat, dulu ada temen yang pernah mimpi katanya dia lagi nge-EO pernikahan saya dengan seorang yang saya impi-impikan [iya, ini emang cowo sebatas impian] di sebuah cafe sederhana di Bandung gitu. Wah… Kalau temen saya mimpi tentang saya dan dia sih, dulu saya suka penasaran gimana cerita detail dan kelanjutannya. Tapi sekarang-sekarang sih, udah males bayanginnya. Alhamdulillah, otak sama hati mulai sinkron.

Nah, untuk hal-hal semacam ini saya selalu menggantungkan dream catcher di langit-langit kamar tidur. Karena di rumah Bandung ini ada dua kamar yang suka saya pakai buat tidur alias pindah-pindah, akhirnya dua kamar itu saya gantungin dream catcher. Mungkin kamu bisa coba? Biar apa? Ya… Biar mimpi buruk kamu ditangkap! Kalau perlu ditangkap semantan-mantan kamunya juga, lalu dihempaskan ke lahan gandum yang dihujani meteor coklat sehingga jadilah dia Coco Crunch yang biasa kamu makan. Cerdas! Pasti akan langsung kamu muntahin tuh Coco Crunch. Supaya apa? Yah supaya hidup kamu gak makin ribet sama urusan mantan!

Oia, masalah dream catcher ini sebenarnya bukan karena terlalu percaya dengan culture atau budaya orang-orang pribumi Amerika seperti ditipi-tipi juga sih, tapi yah buat hiasan ajah dan kalau beneran bisa nangkap mimpi buruk ya anggap aja itu bonus. Saya jadi ingat film Korea yang judulnya Heirs, bahkan film ini aja menyisipkan cerita akan ketangguhan si dream cather dalam menangkap mimpi buruknya si pemeran utama. Waktu itu mimpi buruk si wanita adalah jatuh cinta sama orang kaya. Drama!

Ehm tapi kalau saya sih, supaya gak dijajah ama mantan dan dijajah sama rasa yang dulu pernah ada aja. Rasa cinta yang gak sampai atau bertepuk sebelah tangan lalu menghantui alam sadar dan tidurmu [jleb…. pisau mana pisau?]. Hahahahahha.

Next, ada satu mimpi tidur lagi yang nyebelin, yaitu adalah mimpi kerja. Fuh… Dulu saya suka banget mimpi liputan. Yah gimana gak mimpi liputan, rutinitas sebelum tidur itu adalah rencana akan liputan apa besok dan nulis isu apa. Begitu terus nyaris setiap hari. Kalau udah begini, ya wajar ajah itu muka redaktur sampe ikut ke dalam mimpi. Kebayang kan? Udah seharian mikirin liputan, deadline, revisi, eh masih ikut sampe ke mimpi. 😦

Tapi belakangan udah jarang sih mimpi liputan… Sampai resign, juga alhamdulillah gak pernah mimpi liputan. Mimpi liputan ini menurut saya hampir sama kejamnya dengan mimpiin kecengan yang ngasih surprise pizza berlilin untuk ultah cewe yang dia taksir. Iya, kurang lebih…

Sekarang setelah saya pindah kerja, kurang lebih udah dua minggu, dan akhirnya saya mimpiin pekerjaan + orang-orang di kantor saya yang baru. Saya terkejut, serius. Hahaha. Kayaknya ini terlalu cepat untuk merasa dijajah sama pekerjaan yang baru. 😦

Jadi, sebenarnya pesan moral tulisan ini adalah berdoa sebelum tidur biar gak mimpiin mantan dan terlebih mimpiin mantan calon kecengan yang nyeseknya bisa berapa hari berapa malam dan gak sembuh hanya dengan Panad*l. Eh.. Maksudnya biar gak mimpi buruk.

-R-

Blog at WordPress.com.

Up ↑