Bagaimana lingkungan merespon kita tampaknya menjadi satu metode yang baik untuk melihat bagaimana diri kita di mata orang lain. Kemarin saya baru saja mengupdate informasi pribadi dan alhamdulillah responnya banyak. Banyak doa, kebetulan memang saat ini pribadi saya sedang butuh banyak amunisi doa. 🙂

Sewaktu mengobrol dengan seorang kawan dekat sekaligus abang paling tua di keluarga relawan, kami sampai di suatu kesimpulan.

Ternyata dibalik respon orang-orang itu semua, beberapa atau bisa jadi banyak yg tampak terlihat sinis dengan saya. Bahkan, seorang sahabat juga mulai identik dengan sifat seperti itu. Awalnya saya fikir itu semua adalah rasa sayang, tetapi kata beliau (ma’lum sudah cukup tua meski baru beranak satu), ungkapan-ungkapan itu jauh berbeda antara sinis dan sayang. Banyak yang tulus ikut bergembira dan mendoakan. Akan tetapi juga tidak sedikit yang sebaliknya, tidak senang melihat saya bahagia atau senang.

Setelah saya lihat-lihat kembali respon tersebut, rupanya benar. Setiap orang memiliki karakter berbeda. Ah entah kenapa saya gampang percaya dengan si abang satu ini. Tetapi jujur saja, sebenarnya sedikit banyak saya juga merasa seperti yah begitu “disinisi”. Mata hati saya masih bisa membedakan mana orang yang baik dan pura-pura baik atau sebatas netral.

Lalu iseng kami berfikir, kenapa bisa begitu?

Jawabannya sudah jelas, bukan karena saya terbiasa terlihat galau atau khatam menjadi penulis spesial patah hati. Tetapi karena beberapa mencitrakan saya angkuh atau sombong. Ah tidak kaget jika alasannya seperti itu.

“Itu bukan pencitraan sih. Aku kan memang sombong dengan orang-orang yang memang tidak terlalu dekat…” kata saya tertawa, pagi ini.

“Nah itu dia,,, seberapa dekat kamu dengan mereka.”

Sebentar saya berfikir, mungkin ini bisa memotivasi saya untuk menjadi lebih baik dan sekaligus membuktikan pada mereka yang sinis. Tetapi dengan sigap si Abang mengingatkan saya untuk berhenti dengan hal-hal seperti itu. “Harus membuktikan sesuatu, kepada siapapun.”

Ya begitulah, terserah mereka saja; orang-orang yang tak dekat-dekat amat; tak dekat sama sekali; atau dekat tetapi memang terlihat sinis lebih mirip saingan bukan kawan. Akan menyita banyak sekali waktu dan energy hanya untuk menduga-duga ‘hati’ orang lain.

Benar juga, bukankah kita masih harus mengeluarkan energi dan waktu yang banyak hanya untuk fokus menghidupi hidup dan cinta kita sendiri. Sisanya adalah remeh-temeh kehidupan untuk menghabiskan waktu luang.

“Syukur-syukur ada yang baper,” begitu katanya menyerobot lagi dengan emote tertawa ngakak.