Dulu,,,
Cie dulu…
Ada seorang abang-abang eh Uda-uda sok cool lebih tepatnya, asal tanah Sumatra, yang cerita ke saya kalau gak butuh waktu lama dalam mempersiapkan pernikahan. Sebenarnya ini gak dulu banget sih, tapi kalau dihitung-hitung yah kurang lebih satu tahun yang lalu juga. Saat doi lagi usaha buat pedekate. Heheee.
Ya entah kenapa juga dulu kami ngomongin masalah persiapan nikah. Padahal statusnya cuma teman kantor. Itupun gak deket-deket amat, karena emang gak ada alasan buat deket #prinsip.
Kalau gak salah ingat, kami berdebat karena menurut dia mempersiapkan nikah hanya butuh niat. Terbukti dari pengalaman temannya yang mempersiapkan nikah hanya dalam waktu tiga bulan sebelum. Sementara saya, tentu tidak berfikir seperti itu. Mempersiapkan pernikahan macam apa yang tidak butuh energy dan pastinya butuh uang agar paling tidak, energy yang kita keluarkan semakin sedikit! Ini pengalaman saya sebagai bungsu di keluarga yang melihat tiga kakak saya dulunya saat menikah. Iyah sebenarnya mempersiapkan pernikahan bisa saja dalam kurun waktu tiga bulan sebelum, tapi finansial harus benar-benar aman agar prosesnya juga bisa lebih cepat.
Sementara jika ingin proses cepat dan hemat? Bisa. Menikah saja di KUA langsung. Cuma butuh mahar untuk rukunnya dan bayar KUA-nya Rp. 600 ribu  [tetap bayar atau gratis yah kalau di KUA-nya langsung?]. Tapi ini proses kalau mau maksain segera dan dengan biaya seminimal mungkin lho…!
Lalu pertanyaan selanjutnya, apa iya kamu mau melewatkan momen sekali seumur hidupmu dengan sesederhana itu? Jawabannya, sudah bisa ditebak. Menikah itu murah. Yang mahal adalah gengsinya. Dan ini yang bikin prosesnya menjadi lama karena harus mengumpulkan modal. Tapi, menurut saya ini bukan hanya perihal gengsi. Tetapi ada taste yang sebenarnya tidak bisa diungkapkan. Sekali seumur hidup dan akan jadi kenangan super duper manis. Asiiiik. Heheee. Kalau buat saya sih, ini semua kaya modal buat cerita ke anak-anak kelak. “Ini loh Dek, waktu mau nikah dulu ayah kamu ngeyelnya minta ampun…” 😬😬😬
Yasudah, pilihannya bakalan balik ke kita sendiri kan? Mau ambil proses yang mana? Bebas, sesuai kemampuan, dan sesuai kebutuhan sebenarnya.
Than…
Memutuskan segera menikah tentu saja bukan perihal mudah. InsyaAllah kuncinya siap batin. Memilih bulan juga begitu. Karena balik lagi, ini akan tergantung pada bagaimana kesiapan financialmu. Kesiapan lahiriah namanya. (Nulis lahiriyahnya bener gak yah?) Tetapi jika niat kita lillahitaala, insyaAllah semua dimudahkan. Ehm… saya sih merasanya begitu…! Kesimpulannya adalah tidak ada alasan menunda hal yang baik. Terlebih menikah konon adalah menyempurnakan sebagian ibadahmu.
Lalu apa hubungannya menikah dan Si Uda sok cool yang dulu suka cerita masalah niatan dia menikah?
Lantas ketika si Uda ini datang beserta keluarganya bertemu dan menyampaikan langsung niatannya? Dari sanalah saya fikir dunia mulai berhenti sebentar. Dilamar atau dipinang oleh laki-laki yang kamu *harapkan* adalah satu kebahagiaan tersendiri menurut saya.
Intinya adalah akhirnya Uda ini juga yang dulu yakin banget kalau menikah itu bisa dipersiapkan dalam kurun waktu beberapa bulan, berhasil meyakinkan saya! Horeeeeeeee! *happyface*.
Masih sempat tak percaya memang. Apa iya bisa dalam kurun waktu kurang dari satu tahun? Heheee. Padahal dulu selalu mikir, kudu setahun mempersiapkan masalah pernikahan ini supaya matang. Hahahah. Tapi begitulah, wanita akan siap menikah apabila pria yang mengajaknya juga sudah siap!
Menentukan tanggal adalah PR berat selanjutnya. Meskipun saya memiliki darah keturunan Jawa, tetapi bukan  ini alasannya sulit sekali menentukan tanggal. Melainkan wali saya yang bekerjanya cukup jauh.
Untuk saya yang yatim dan hanya memiliki satu wali yang mana dia-pun bekerja di luar negeri, memilih bulan serta tanggal bukan perihal mudah. Sebagai orang yang kadang terstruktur atau memiliki plan jelas, saya mempersiapkan berbagai opsi tanggal. Tentu saja opsi tanggal menyesuaikan waktu kesiapan sang kakak laki-laki semata wayang tersebut. Opsi ini pun kemarin sempat menggantung berminggu-minggu karena kebetulan kakak saya ini memang berniat haji pada tahun ini. Menjelang tanggal keberangkatan, visa-nya belum keluar. Kenapa kami sangat tergantung dengan jadwal atau kepastian keberangkatan hajinya? Jawabannya adalah karena ketika case-nya beliau tidak jadi haji karena tidak dapat visa, maka berubahlah jadwal libur dia di Indonesia. Lalu bergeserlah jadwa nikah kami tadi yang entah harus maju atau mundur. Hahaha. Rumit sejak dalam pikiran, huft.
Sempat deg-degan karena masalah visa dan haji ini. Tapi mungkin takdirnya memang harus menunggu kepastian dari si kakak. Sempat gelisah dan ingin sekali mendesak. Bukan apa-apa, semakin lama menunggu maka semakin banyak waktu yang terbuang. Sementara opsi tanggal semakin dekat. Tapi yasudah, diapun sebenarnya tidak ingin digantung masalah haji ini. Alhamdulillah juga, Uda yang satu itu selalu menenangkan dan memberi energi positif.
Sampai akhirnya, beberapa minggu menggantung berlalu dan titik terangnya mulai keliatan. Visa si kakak keluar dan hajinya bisa ditunaikan dalam waktu dekat pada saat itu. Sementara saya, alhamdulillah tidak harus merubah opsi tanggal atau plan acara. Keluar beberapa opsi tanggal dari keluarga saya, langsung lempar ke keluarga si uda sehingga keluarlah satu tanggal pasti dari kedua belah pihak.
Bismillah… Persiapan akhirnya akan mulai dieksekusi satu persatu. Jauh sebelum keluar tanggal, saya pribadi sebelumnya sudah mulai mencatat atau me-list persiapan yang harus dilakukan. Ya, meskipun hanya pada excel biasa bahkan noted iPhone. Semuanya karena membuat timeline persiapan menikah  ini hanya wacana si uda alias calon suami yang sibuk kerja. Ahahaha.
Ah tapi begini saja tak apa. Alhamdulillah masih dalam hitungan mampu untuk berusaha merampungkannya satu persatu.
Dan dari sini, perjalanan hidup yang sebenarnya akan di mulai…. 🙂